5 Prinsip Pengendalian Bahaya Kerja di Ketinggian
Tahukah Rekan-rekan bahwa jatuh dari ketinggian merupakan salah satu penyebab utama kecelakaan kerja fatal di berbagai industri?
Lalu, bagaimana cara pengendalian bahaya bekerja di ketinggian dan melindungi para pekerja?
Yuk, simak pembahasannya di artikel ini!
Pentingnya Kesadaran Kerja di Ketinggian
Kesadaran kerja di ketinggian sangat penting dalam mencegah kecelakaan kerja, terutama dalam industri seperti konstruksi dan perawatan gedung.
Hal ini relevan dengan tema Bulan K3 Nasional 2025, yakni "Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia dalam Mendukung Penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3)".
Pekerja yang memiliki kesadaran tinggi akan mampu mengidentifikasi potensi bahaya, memahami dan menerapkan prosedur keselamatan, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dengan benar, serta bertindak proaktif.
Kesadaran ini juga menjadi fondasi penerapan SMK3, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, hingga tindakan perbaikan.
Aspek-aspek penting dalam kesadaran kerja di ketinggian meliputi pemahaman akan bahaya jatuh, terpeleset, tertimpa benda, cuaca buruk, dan kondisi struktur yang tidak stabil.
Selain itu, pekerja harus memahami prosedur keselamatan seperti izin kerja, pemeriksaan peralatan, penggunaan full body harness, teknik bekerja yang aman, komunikasi efektif, dan prosedur darurat.
Apalagi menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 40% kecelakaan kerja fatal disebabkan oleh terjatuh dari ketinggian.
Oleh karena itu, penguatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan penerapan SMK3, seperti yang ditekankan dalam Bulan K3 Nasional 2025, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran ini dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman.
Prinsip Pengendalian Bahaya Kerja di Ketinggian
1. Menerapkan Prosedur Bekerja di Ketinggian yang Aman
Prosedur aman harus dimulai sebelum melakukan pekerjaan, yakni dengan penilaian risiko menyeluruh.
Artinya, bukan sekadar identifikasi bahaya jatuh, tapi analisis mendalam tentang kemungkinan dan keparahan bahaya, mempertimbangkan ketinggian, cuaca, permukaan, pengalaman pekerja, dan alat bantu.
Setelah itu, hasilnya menjadi dasar penentuan langkah pengendalian yang paling efektif dan pengeluaran izin kerja.
Izin kerja menjelaskan detail pekerjaan, bahaya yang teridentifikasi, langkah pengendalian WAJIB, dan peralatan yang DIBOLEHKAN.
Pengawasan ketat juga dibutuhkan.
Pengawas harus aktif memastikan pekerja MEMATUHI prosedur, memeriksa APD, menghentikan pekerjaan jika ada kondisi tidak aman—misalnya, cuaca buruk, dan memberikan pelatihan singkat di tempat bila perlu.
2. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sesuai Standar
Pemilihan APD tidak bisa sembarangan, harus berdasarkan penilaian risiko dan jenis pekerjaan. Misalnya, harness untuk menara telekomunikasi berbeda dengan konstruksi gedung.
APD harus sesuai standar keselamatan (SNI, ANSI, EN, dll.). Pekerja wajib memeriksa APD mereka sebelum digunakan, apakah ada kerusakan atau keausan.
Pekerja harus dilatih, bukan hanya cara memakai APD, tapi mengapa harus dipakai, termasuk cara memasang, menyesuaikan, melepas, dan memahami batas perlindungannya.
3. Memastikan Penggunaan Scaffolding atau Perancah yang Aman dan Stabil
Perancah harus dirancang oleh orang yang kompeten, mempertimbangkan beban kerja maksimum, jenis pekerjaan, dan kondisi lingkungan.
Begitu pula pemasangan harus oleh pekerja terlatih yang mengikuti petunjuk dan standar.
Jangan lupa, lakukan inspeksi rutin setiap hari sebelum mulai, setelah cuaca buruk, atau setelah benturan.
Inspeksi meliputi seluruh komponen: rangka, papan, tangga, pagar, dan sambungan.
Perawatan rutin dan penyimpanan yang benar juga penting untuk mencegah karat, korosi, atau keausan. Bagian rusak harus segera diperbaiki/diganti.
4. Memberikan Pelatihan dan Sosialisasi K3 kepada Pekerja
Pelatihan K3 untuk bekerja di ketinggian bukan soal APD saja, lho.
Materi juga sebaiknya mencakup bahaya spesifik, prinsip fisika (gaya jatuh, titik berat), prosedur aman, penyelamatan darurat, dan pelaporan insiden. Pelatihan harus interaktif: demonstrasi, simulasi, studi kasus, diskusi.
Pastikan pekerja memahami, bukan hanya menghafal.
Sosialisasi pun harus berkelanjutan, tidak hanya saat pelatihan awal. Gunakan poster, spanduk, toolbox meeting, safety talk sebagai pengingat.
5. Melakukan Pengawasan dan Evaluasi Berkala
Audit keselamatan secara berkala diperlukan untuk memeriksa penerapan prosedur di lapangan. Sebaiknya melibatkan pihak independen agar objektif.
Setiap insiden atau near miss harus diinvestigasi untuk menemukan akar penyebab dan mencegah terulangnya kecelakaan. Hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem.
Kemudian, manajemen harus secara berkala meninjau efektivitas sistem, melibatkan pekerja, pengawas, dan ahli K3. Hasil tinjauan digunakan untuk perbaikan berkelanjutan.
Tetapkan indikator kinerja keselamatan (jumlah insiden, tingkat kepatuhan, hasil audit) dan pantau teratur. Tujuannya untuk memberikan gambaran kinerja sistem dan area yang perlu ditingkatkan.
Mari Cari Tahu K3 Lebih Jauh!
Menguasai prinsip pengendalian bahaya di ketinggian memang penting dan Rekan-rekan sudah mempelajarinya di artikel ini, tapi itu belum cukup, lho.
Agar perlindungan di tempat kerja maksimal, Rekan-rekan membutuhkan pemahaman K3 yang lebih lengkap.
Kabar baiknya, Rekan-rekan bisa belajar dari artikel-artikel K3 di Mutiara Mutu Sertifikasi!
Selain itu, Rekan-rekan juga bisa mengikuti pelatihan K3 di Mutiara Mutu Sertifikasi, lho!
Mutiara Mutu Sertifikasi (MMS), sebagai lembaga pelatihan K3 (PJK3) unggulan di Indonesia, menawarkan program-program bersertifikasi Kemnaker dan terakreditasi KAN.
Pilih pelatihan sesuai kebutuhan Rekan-rekan, mulai dari Ahli K3 Umum, Ahli K3 Spesialis, dan Ahli K3 BNSP!
15.000++ alumni tersebar dari seluruh Indonesia, dan 86% di antaranya mendapatkan pekerjaan kurang dari 6 bulan setelah lulus, lho!
Tunggu apa lagi? Yuk, daftarkan diri Rekan-rekan di pelatihan K3 Mutiara Mutu Sertifikasi!
Kami tunggu kehadiran Rekan-rekan di kelas pelatihan, ya