Jembatan Lumajang Terputus Akibat Banjir Lahar Dingin Semeru

Jembatan Lumajang Terputus Akibat Banjir Lahar Dingin Semeru

Beberapa jembatan di Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur terputus pada Jum’at, 7 Juli 2023. Tercatat ada 5 jembatan Lumajang yang roboh, termasuk di antaranya Jembatan Penghubung Desa Kloposawit dengan Desa Tumpeng, Jembatan Penghubung Desa Jugosari dengan Dusun Kebondeli Selatan, Jembatan Penghubung Lumajang-Malang, Jembatan Penghubung Desa Tumpeng dan Desa Nguter, dan Jembatan Penghubung Desa Sidomulyo dengan Desa Pronojiwo. Peristiwa ini terjadi akibat hujan deras yang menyebabkan terjangan banjir lahar dingin di Lumajang. Selain putusnya beberapa jembatan, peristiwa ini juga mengakibatkan 3 orang meninggal dunia dan lebih dari 1.000 orang harus mengungsi.

Jembatan Lumajang

Jembatan Gantung Kaliregoyo Penghubung Desa Jugosari dengan Desa Sumberwuluh, Kabupaten Lumajang

Kronologi Ambruknya Jembatan Lumajang

Berdasarkan keterangan warga, banjir lahar dingin yang berlangsung selama beberapa hari di Lumajang memiliki intensitas yang lebih besar dibandingkan dengan banjir sebelumnya. Diketahui bahwa banjir lahar dingin ini telah terjadi sejak Januari 2023 akibat tingginya curah hujan serta karakteristik material letusan dari Gunung Semeru itu sendiri.

“Karena abu Semeru itu, seperti halnya yang ada di Bromo, Raung, ada di Ijen, tipikalnya berat. Artinya ketika pertama kali meletus, dia tidak terbawa angin jauh. Akibatnya ketika dia dikeluarkan, jatuhnya di pusat-pusatnya, di kerucut-kerucutnya, jadi dia numpuk di atas. Karena dia berat, numpuk, maka begitu diguyur air hujan, materialnya banyak sekali yang keluar sekarang,“ jelas Mirzam Abdurachman, pakar vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB), dikutip dari BBC News Indonesia.

Cuaca ekstrim yang terjadi juga berdampak pada kerusakan konstruksi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang mencatat sebanyak 5 rumah rusak, 5 jembatan putus, 1 tanggul penahan jebol, dan 1 dam jebol setelah diterjang banjir lahar dingin. Selain konstruksi, terdapat 298,4 hektare lahan warga yang mengalami kerusakan dan jalur aktivitas pertambangan pun terhambat.

Dalam laporan tertulis Liswanto, seorang petugas Pos Pengamatan Gunung Api Semeru, tercatat bahwa dalam periode pengamatan pada Jumat (7/7) dari pukul 00.00 hingga 24.00 WIB, terjadi empat kali gempa getaran banjir dengan amplitudo antara 28 hingga 40 mm, dan durasi gempa sekitar 20.700 hingga 21.600 detik atau sekitar 5 hingga 6 jam.

Akibat getaran banjir yang berlangsung cukup lama, debit air di sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) Semeru menjadi sangat deras, dan hal tersebut kemudian menyebabkan kerusakan pada beberapa jembatan serta berdampak pada jaringan arus listrik. Hujan deras menyebabkan  tanah longsor dan banjir lahar dingin Semeru  menerjang jembatan Kalimujur hingga jebol. Dampaknya, enam buah tiang Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) hanyut dan sejumlah 134 gardu yang menyuplai 34.783 pelanggan di sejumlah wilayah di Kecamatan Pronojiwo dan Ampelgading terganggu sehingga menyebabkan pemadaman listrik.

Melihat Jembatan Lumajang dari Risiko Keselamatan Konstruksi

Peristiwa jembatan putus akibat erupsi Gunung Semeru di Lumajang bukan yang pertama kali terjadi. Pada tahun 2021, Jembatan Gladak Perak sempat terputus dan menyebabkan akses menuju Dusun Curah Kobokan, Desa Supiturang, Pronojiwo ikut terhambat. Mengingat vitalnya keberadaan jembatan terhadap mobilitas warga, Jembatan Gladak Perak kembali dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Adapun anggarannya diperkirakan mencapai hingga Rp 100 miliar dengan durasi pengerjaan jembatan hingga 1 tahun.

Dalam sektor konstruksi, biaya pembangunan berkaitan dengan kategori risiko keselamatan konstruksi. Hal tersebut dijelaskan dalam Permen PUPR No. 10/2021 Sublampiran J. Kriteria Penentuan Tingkat Risiko Keselamatan Konstruksi oleh Pengguna Jasa Konstruksi. Diketahui bahwa nilai pekerjaan konstruksi Rp 100 M dengan waktu pelaksanaan 12 bulan seperti proyek pembangunan kembali Jembatan Gladak Perak termasuk ke dalam kategori Risiko Keselamatan Konstruksi Besar.

Risiko Keselamatan Konstruksi dari Jembatan Gladak Perak  juga dikategorikan besar berdasarkan jumlah tenaga kerja, jenis alat berat yang dipergunakan, dan tingkatan penerapan teknologi yang digunakan. Sebab, pekerjaan konstruksi yang melibatkan tenaga kerja dalam jumlah banyak akan memperbesar Risiko Keselamatan Konstruksi. Begitu pula dengan penggunaan jenis alat berat dan tingkatan penerapan teknologi. Semakin beragam alat berat yang digunakan dan semakin tinggi teknologi yang diterapkan, maka semakin besar pula Risiko Keselamatan Konstruksi.

Di sinilah, pentingnya penerapan SMKK (Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi). SMKK adalah bagian dari sistem manajemen pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi untuk menjamin terwujudnya Keselamatan Konstruksi. Keselamatan Konstruksi sendiri mencakup keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, keselamatan publik dan keselamatan lingkungan. 

Baca Juga: Jalan Rusak di Lampung dan Hubungannya dengan K3

Upaya Penanganan Banjir dan Akses Jembatan di Kabupaten Lumajang

Sebagai upaya lebih lanjut untuk menangani jembatan terputus akibat bencana di Lumajang, pemerintah telah menjalankan berbagai aksi. Mulai dari pembuatan jembatan sementara untuk akses mobilitas warga, memulihkan jaringan listrik rumah warga yang terdampak lahar dingin dengan segera, serta mengeluarkan himbauan untuk menjaga keselamatan warga.

Himbauan tersebut dibagikan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melalui penetapan Gunung Semeru ke dalam status siaga atau level 3, yang berarti bahwa masyarakat dilarang melakukan kegiatan di sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan, dengan jarak sejauh 13 km dari puncak gunung yang menjadi pusat erupsi.

Di luar jarak tersebut, masyarakat diharapkan untuk tidak melakukan kegiatan di wilayah 500 meter dari tepi sungai di sepanjang Besuk Kobokan, karena terdapat kemungkinan terkena perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak gunung. Masyarakat juga dilarang beraktivitas dalam radius 5 kilometer dari kawah atau puncak Gunung Api Semeru, karena adanya potensi bahaya lontaran batu (pijar).

Di samping itu, pembangunan tanggul darurat juga dilakukan di Desa Sumberwuluh, Lumajang. Tanggul ini diberikan jumbo bag sebagai penahan arus banjir lahar Semeru. Bantuan logistik pun terus disalurkan oleh pemerintah maupun lembaga lainnya untuk para warga yang terdampak bencana ini.