Mengidentifikasi Bahaya K3 Menurut Standar OSHA

Cara Mengidentifikasi Bahaya K3 Menurut Standar OSHA

Apakah Rekan-rekan sudah yakin bahwa proses identifikasi bahaya K3 di tempat kerja sesuai standar OSHA? 

Tahukah Rekan-rekan langkah-langkah yang direkomendasikan OSHA untuk mengenali dan menilai potensi bahaya?

Mari ketahui informasinya di artikel ini, yuk!

Identifikasi Bahaya K3 Menurut Standar OSHA

Menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration), penyebab utama kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah kurangnya identifikasi dan pengenalan bahaya di tempat kerja.

Oleh sebab itu, perusahaan harus secara proaktif melakukan penilaian risiko secara berkala untuk mengidentifikasi semua potensi bahaya.

Sebelum membahasnya lebih jauh, mari kita ketahui dulu, yuk, apa yang dimaksud identifikasi bahaya.

Identifikasi bahaya adalah mengenali dan mendaftar semua potensi cedera atau penyakit yang mungkin ada di tempat kerja atau dalam suatu tugas tertentu. 

Contoh sederhananya:

  • Melihat kabel listrik yang terkelupas;
  • Melihat lantai licin;
  • Mencium bau gas.

Nah, OSHA sebagai otoritas yang menetapkan standar K3 di Amerika Serikat, telah mengatur langkah-langkah identifikasi bahaya di tempat kerja, yang juga bisa diterapkan di Indonesia.

Langkah Identifikasi Bahaya K3 Menurut Standar OSHA

1. Kumpulkan informasi yang ada tentang bahaya di tempat kerja

Tujuannya adalah mendapatkan gambaran umum tentang jenis-jenis bahaya yang mungkin ada di tempat kerja, berdasarkan data dan pengalaman.

Proses pengumpulan informasi ini harus melibatkan pekerja, karena mereka sering kali memiliki pengetahuan langsung tentang bahaya dan risiko di tempat kerja.

Informasi bisa berasal dari DUA sumber utama:

  1. Sumber Internal (dari dalam perusahaan):
  • Manual pengoperasian peralatan dan mesin;
  • Safety Data Sheets (SDS) yang disediakan oleh produsen bahan kimia;
  • Laporan inspeksi mandiri dan laporan inspeksi dari perusahaan asuransi, lembaga pemerintah, dan konsultan;
  • Catatan cedera dan penyakit sebelumnya, seperti log OSHA 300 dan 301, serta laporan investigasi insiden;
  • Catatan dan laporan kompensasi pekerja;
  • Pola cedera dan penyakit yang sering terjadi;
  • Hasil pemantauan paparan, penilaian industrial hygiene, dan catatan medis (yang disunting dengan tepat untuk memastikan privasi pasien/pekerja);
  • Program keselamatan dan kesehatan yang ada (misalnya, lockout/tagout, ruang terbatas, manajemen keselamatan proses, alat pelindung diri, dll.);
  • Masukan dari pekerja, seperti survei atau catatan rapat komite keselamatan dan kesehatan;
  • Hasil analisis bahaya pekerjaan (JHA/Job Hazard Analysis), yang juga dikenal sebagai analisis keselamatan kerja (JSA/Job Safety Analysis).
  1. Sumber Eksternal (dari luar perusahaan):
  • Website dan publikasi mereka menyediakan informasi tentang standar K3, panduan praktik terbaik, dan data tentang bahaya spesifik. Di Indonesia contohnya Kemenaker;
  • Asosiasi industri dan serikat pekerja;
  • Konsultan K3.

Secara sistematis, ini langkah-langkah pengumpulan informasi:

  1. Gunakan daftar periksa (checklist) untuk memastikan semua sumber informasi telah ditinjau.
  2. Kumpulkan dan atur informasi secara sistematis. Misalnya, berdasarkan jenis bahaya, area kerja, atau proses;
  3. Tinjau informasi yang terkumpul untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan area yang memerlukan perhatian lebih lanjut;
  4. Catat semua temuan dan sumber informasi yang digunakan.

2. Inspeksi tempat kerja untuk menemukan potensi bahaya

Inspeksi mencakup seluruh aspek tempat kerja, seperti area kerja, peralatan, proses, dan praktik kerja.

Lalu, bagaimana cara melakukan inspeksi?

  1. Tentukan frekuensi inspeksi (harian, mingguan, bulanan, dll., tergantung tingkat risiko). Kemudian, buat jadwal inspeksi;
  2. Siapkan checklist untuk area atau jenis bahaya yang akan diperiksa;
  3. Bentuk tim inspeksi yang melibatkan pekerja dan perwakilan manajemen;
  4. Lakukan inspeksi sesuai checklist yang sudah dibuat;
  5. Amati dan berbicara dengan pekerja, tanyakan tentang potensi bahaya yang mereka lihat;
  6. Dokumentasikan dengan mengambil foto atau video dari area bermasalah. Catat semua temuan, baik bahaya yang ditemukan maupun kondisi yang aman. Berikan juga rekomendasi tindakan perbaikan.
  7. Lakukan tindak lanjut dengan memprioritaskan bahaya berdasarkan tingkat risiko. Tetapkan tindakan perbaikan yang akan dilakukan dan batas waktu penyelesaiannya.

3. Identifikasi bahaya kesehatan

Berbeda dengan bahaya keselamatan fisik yang mudah dikenali, bahaya kesehatan lebih sulit diidentifikasi. 

Gas dan uap, misalnya, bisa jadi tidak kasat mata, tidak berbau, dan tidak langsung menimbulkan efek kesehatan. 

Bahaya kesehatan mencakup berbagai jenis, seperti bahaya kimia (misalnya, pelarut, perekat, debu beracun), fisik (misalnya, kebisingan, radiasi, suhu ekstrem), biologis (seperti penyakit menular), dan ergonomis (seperti pengangkatan berat, gerakan repetitif, dan getaran). 

Lalu, bagaimana cara mengidentifikasi bahaya kesehatan?

  • Bahaya Kimia: Periksa Safety Data Sheets (SDS) dan label produk; perhatikan bahan kimia yang mudah menguap, digunakan dalam jumlah besar, atau di ruang terbatas. Perhatikan aktivitas yang berpotensi kontak kulit.
  • Bahaya Fisik: Identifikasi area bising (perlu berbicara keras), area bersuhu tinggi, dan sumber radiasi (radioaktif, X-ray, frekuensi radio).
  • Bahaya Biologis: Cari potensi paparan penyakit menular, jamur, tanaman beracun, dan bahan hewani (bulu, kotoran) yang bisa memicu alergi/asma.
  • Bahaya Ergonomis: Periksa aktivitas mengangkat beban berat, pekerjaan di atas bahu, gerakan repetitif, dan getaran kuat.
  • Penilaian Kuantitatif: Jika memungkinkan, lakukan pengambilan sampel udara atau gunakan instrumen pembacaan langsung.
  • Tinjauan Rekam Medis: Cari kasus cedera otot/tulang, iritasi kulit, gangguan pendengaran, dan penyakit paru-paru yang berhubungan dengan pekerjaan.

4. Lakukan investigasi insiden

Kejadian di tempat kerja, seperti cedera, penyakit, dan kejadian nyaris celaka, merupakan petunjuk penting adanya bahaya. 

Investigasi menyeluruh terhadap kejadian-kejadian ini akan mengungkapkan potensi bahaya yang menyebabkan kerugian. Fokus utamanya menemukan akar penyebab—yang sering kali lebih dari satu—agar kejadian serupa bisa dicegah di kemudian hari.

Langkah-langkah melakukan investigasi insiden di tempat kerja, yakni:

  1. Buat prosedur investigasi yang jelas, termasuk penanggung jawab, komunikasi, alat, dan formulir;
  2. Bekali tim dengan teknik investigasi, tekankan objektivitas;
  3. Sertakan perwakilan manajemen dan pekerja dalam tim investigasi;
  4. Selidiki semua kejadian nyaris celaka, jangan anggap remeh;
  5. Analisis untuk mengidentifikasi penyebab utama, bukan sekadar gejala;
  6. Terakhir, bagikan temuan investigasi kepada semua pihak terkait untuk mencegah kejadian serupa.

5. Identifikasi bahaya situasi darurat dan non-rutin

Kesiapsiagaan menghadapi keadaan darurat dan aktivitas tidak rutin sangatlah penting.

Perusahaan harus mengantisipasi potensi bahaya dengan mengidentifikasi berbagai skenario yang mungkin terjadi. 

Dalam proses identifikasi ini, pertimbangkan faktor-faktor seperti jenis material dan peralatan yang digunakan, serta tata letak fasilitas. 

Skenario yang perlu dipertimbangkan mencakup, namun tidak terbatas pada:

  • Kebakaran, 
  • Ledakan, 
  • Kebocoran atau tumpahan bahan kimia, 
  • Masalah saat startup setelah shutdown
  • Tugas pemeliharaan yang jarang dilakukan, 
  • Wabah penyakit, 
  • Bencana alam, 
  • Keadaan darurat medis,
  • Kekerasan di tempat kerja.

6. Karakterisasi bahaya, pengendalian sementara, dan prioritaskan

Setelah mengidentifikasi bahaya, lakukan penilaian risiko untuk menentukan tingkat keparahan dan kemungkinan terjadinya insiden akibat paparan bahaya. 

Hasil analisis ini kemudian digunakan untuk membuat tindakan pengendalian sementara dan menentukan prioritas bahaya mana yang memerlukan pengendalian permanen terlebih dahulu.

Proses penilaian melibatkan evaluasi setiap bahaya berdasarkan tiga faktor: 

  1. Tingkat keparahan potensi dampak, 
  2. Probabilitas kejadian atau paparan, dan 
  3. Jumlah pekerja yang terancam. 

Gunakan tindakan pengendalian sementara untuk melindungi pekerja selagi solusi jangka panjang disiapkan. 

Prioritaskan penanganan bahaya berdasarkan tingkat risiko, dengan yang paling berisiko ditangani pertama. 

Selanjutnya, penting untuk diingat bahwa pemberi kerja memiliki tanggung jawab untuk mengendalikan semua bahaya serius yang diketahui dan melindungi pekerjanya.

Ingin Lebih Paham Soal K3? Join Pelatihan MMS Saja!

Sekarang Rekan-rekan sudah mengetahui cara mengidentifikasi bahaya K3 menurut standar OSHA, kan?

Ingin belajar lebih banyak tentang K3? Tidak perlu bingung, sebab semua informasi K3 yang kamu cari sudah tersedia di artikel-artikel Mutiara Mutu Sertifikasi.

Rekan-rekan juga bisa mengikuti pelatihan K3 dari Mutiara Mutu Sertifikasi, lho!

Sebagai lembaga pelatihan K3 (PJK3) terbaik di Indonesia, Mutiara Mutu Sertifikasi (MMS) menawarkan berbagai program pelatihan, seperti Ahli K3 Umum, Ahli K3 Spesialis, dan Ahli K3 BNSP, yang sudah bersertifikasi Kemenaker dan BNSP!

Pelatihan kami sudah membantu 15.000++ alumni dari seluruh Indonesia, dan sebanyak 86% di antaranya, mendapatkan pekerjaan hanya dalam waktu kurang dari 6 bulan setelah lulus, lho!

Sekarang giliran Rekan-rekan! Yuk, daftarkan diri di pelatihan K3 Mutiara Mutu Sertifikasi!

TANYA PELATIHAN K3

Kami tunggu kehadiran Rekan-rekan di kelas pelatihan, ya!