Hari Buruh Internasional 2023 Diperingati sebagai Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dampak perjuangan yang dilakukan oleh kelompok buruh sangatlah berjasa bagi kehidupan pekerja. Saking berjasanya, perjuangan kelompok buruh bahkan diabadikan melalui peringatan hari buruh atau dikenal juga sebagai May Day yang diperingati setiap tanggal 1 Mei.
Salah satu perjuangan buruh yang sangat penting bagi kehidupan pekerja adalah perjuangannya atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 karena bekerja aman dan selamat adalah hak seluruh pekerja. Hal ini sejalan dengan tema yang diangkat oleh International Labor Organization (ILO) pada Hari Buruh Internasional tahun ini, yaitu Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sedunia 2023 atau World Day for Safety and Health at Work 2023.
Sejak tahun 2022, lingkungan kerja yang aman dan sehat sudah dijadikan bagian dari kerangka prinsip dan hak dasar ILO di tempat kerja. Hal ini telah ditindaklanjuti oleh ILO dengan diadakannya diskusi global pada tanggal 28 April 2023. Salah satu tujuan tersebut adalah untuk membahas temuan penelitian tentang status implementasi berbagai ketentuan Konvensi dasar No. 155 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Konvensi No. 187 mengenai Kerangka Promosional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia
Di Indonesia sendiri, penerapan K3 sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Meskipun telah diatur dalam regulasi, namun penerapannya di lapangan bisa dibilang masih belum cukup baik. Masalah komitmen sering kali menjadi tantangan bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk melaksanakan K3 secara berkelanjutan. Padahal, penerapan K3 yang tidak dimaksimalkan dapat berdampak negatif, baik bagi perusahaan itu sendiri dan bagi pekerjanya.
Tidak bisa dipungkiri kalau keselamatan pekerja adalah hal yang paling dipertaruhkan. Jika perusahaan tidak memiliki komitmen untuk menerapkan K3, terlebih bagi pekerja wanita yang sedang hamil.
Salah satu risiko bagi pekerja wanita yang sedang hamil adalah preeklamsia, dimana tanggal 22 Mei juga diperingati sebagai Hari Peringatan Preeklamsia Sedunia.
Dikutip dari Siloam Hospital, preeklamsia atau preeclampsia adalah komplikasi kehamilan yang cukup serius, yaitu kondisi ketika tekanan darah ibu hamil meningkat disertai adanya protein di dalam urine. Kondisi ini diduga dipicu oleh plasenta janin yang tidak berfungsi atau berkembang dengan baik. Umumnya, preeklamsia pada ibu hamil banyak terjadi di usia kehamilan menginjak 20 minggu.
Berdasarkan data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2015 yang dimuat dalam Journal of Hypertension, dari 2.103 pasien yang ada, 18,4 persen di antaranya mengalami preeklamsia.
Siapa saja ibu hamil yang berisiko terkena preeklamsia?
- Kehamilan pertama
- Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
- Riwayat preeklamsia dalam keluarga
- Kehamilan di bawah usia 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
- Obesitas
- Mengandung lebih dari 1 janin
Memperingati Hari Buruh dan Pentingnya Perlindungan Bagi Ibu Hamil di Dunia Kerja
Mengingat bahaya risiko yang dapat dialami oleh ibu hamil di dunia kerja, International Labor Organization (ILO) melalui Konvensi ILO No. 183 tahun 2000 tentang Perlindungan Maternitas atau Rekomendasi 191 tahun 2000 memberikan panduan mengenai perlindungan bagi kelompok ini.
Perlindungan bagi pekerja wanita hamil di dunia kerja sangatlah penting, dan hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan oleh pemerintah Indonesia. Meskipun sudah cukup baik, namun ada baiknya pemerintah juga turut meratifikasi Konvensi ILO No. 183 Tentang Perlindungan Maternitas. Hal ini dirasa perlu dilakukan mengingat turunan dari Konvensi ILO No. 183 memuat aturan perlindungan dan tunjangan kesehatan dari masa kehamilan sampai melahirkan. Salah satunya adalah dengan memberikan cuti hamil dan melahirkan kepada ibu hamil yang bekerja selama 14 minggu. Sedangkan dalam UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan, cuti yang diberikan kepada pekerja wanita hamil hanya 6 minggu.
Bukan tanpa sebab, pekerja wanita yang sedang hamil perlu mendapatkan cuti selama minimal 14 minggu karena banyaknya risiko yang mungkin terjadi, seperti perubahan hormon hingga komplikasi kehamilan lainnya. ILO mengharuskan negara anggotanya untuk melakukan penilaian terhadap risiko di tempat kerja terkait dengan keselamatan dan kesehatan perempuan yang sedang hamil dan memberikan alternatif kepada mereka. Salah satunya adalah dalam bentuk cuti. Bahkan, dalam beberapa kondisi, pihak ayah juga dapat memperoleh jenis cuti yang terkait dengan masa persalinan istrinya.
Dengan banyaknya risiko yang mungkin terjadi selama masa kehamilan hingga pasca melahirkan, maka 6 minggu atau 1,5 bulan belum lah ideal untuk memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan pekerja. Mengutip Pasal 82 ayat 1-2 UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan, peraturan cuti untuk pekerja perempuan baru mencakup istirahat selama 1,5 bulan dan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Kemudian, pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Meskipun begitu, ratifikasi Konvensi ILO No. 183 Tentang Perlindungan Maternitas ini belum dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan banyak terjadi pro kontra antara pekerja dan pihak pengusaha.
Tertarik membaca artikel kami lainnya tentang ILO? Klik di sini ya.