Artikel » Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Pertambangan

Implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Pertambangan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja. K3 Pertambangan yang ada di Indonesia secara umum regulasinya diatur dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum  (sumber).

 

Peraturan tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja Pertambangan umum  sudah ada sejak tahun 1930 dengan nama Mijn Politie Reglement (MPR) yang  merupakan peraturan yang dibuat pada masa pemerintahan Hindia – Belanda. Disusul dengan PPRI No. 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan kerja di bidang pertambangan yang dilakukan oleh Menteri  Pertambangan. Setelah  mempelajari pertimbangan ilmu teknologi modern  mengenai pemakaian peralatan pertambangan dan dalam rangka memperlancar  usaha–usaha  aktifitas pembangunan, maka pada tahun 1995 telah disempurnakan  dengan terbitnya Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.  555/K/26/M.PE/1995 tanggal 22 mei 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum yang berlaku hingga saat ini.

 

Dalam upaya melaksanakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada industri pertambangan diperlukan adanya manajemen resiko pertambangan. Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja. Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai berikut :

 

1)    Ledakan

Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal.

 

2)    Longsor

Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.

 

3)    Kebakaran

Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.

Follow us

Artikel Terkait