
Sumber daya manusia dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada dasarnya perlu memiliki standar kompetensi yang dapat memenuhi kebutuhan dalam dunia kerja. Dalam hal ini, pemerintah melalui Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) telah menetapkan berbagai standar yang menjadi pedoman untuk memenuhi tuntutan tersebut.
SKKNI merupakan acuan yang ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI sebagai pengukur kompetensi kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan.
SKKNI terkait bidang K3 diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 38 tahun 2019 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Aktivitas Profesional, Ilmiah Dan Teknis Golongan Pokok Aktivitas Arsitektur Dan Keinsinyuran; Analisis Dan Uji Teknis Bidang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Jabatan Kerja Personil Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
Regulasi tersebut terbit menggantikan aturan sebelumnya yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan dunia kerja, yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP. 42/MEN/III/2008 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Indonesia Sektor Ketenagakerjaan Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 38 tahun 2019 memunculkan beberapa aturan baru terkait kompetensi Ahli K3. Dengan adanya perubahan tersebut, sertifikasi kompetensi K3 yang dikeluarkan oleh BNSP juga turut mengalami perubahan.
Pembinaan Ahli K3 Umum BNSP adalah program sertifikasi K3 dengan formula terbaru yang diterbitkan BNSP setelah sebelumnya terdapat 3 (tiga) tingkatan sertifikasi, berupa:
- Ahli K3 Muda
- Ahli K3 Madya
- Ahli K3 Utama
Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 38 tahun 2019 tersebut, terdapat perubahan penyebutan jabatan kompetensi K3 di tempat kerja antara lain sebagai berikut:
- Ahli K3 Muda menjadi Operator
- Ahli K3 Madya menjadi Teknisi
- Ahli K3 Utama menjadi Ahli
Selanjutnya, perubahan juga nampak terlihat dari unit kompetensi yang diperlukan. Pada peraturan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 42 tahun 2008, seorang Ahli K3 Utama harus memiliki kompetensi berupa:
- Mengkoordinasi pemenuhan perundangan dan persyaratan K3
- Mengembangkan Pendekatan Sistematik dalam Mengelola K3
- Menganalisis dan mengevaluasi risiko K3
- Menerapkan prinsip ergonomi dalam mengendalikan risiko K3
- Menerapkan prinsip higiene industri untuk mengendalikan risiko K3
- Memfasilitasi aplikasi Kesehatan Kerja di tempat kerja
- Memfasilitasi penerapan rancang bangun yang aman
- Melakukan audit K3
- Mengevaluasi kinerja K3 perusahaan
- Mengembangkan analisa data K3, dan proses pelaporan serta dokumentasi.
Sedangkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 38 tahun 2019, kompetensi Ahli K3 tersebut mengalami perubahan sebagai berikut:
- Merancang Strategi Pengendalian Risiko K3
- Merancang Sistem Tanggap Darurat
- Melakukan Komunikasi K3
- Mengawasi Pelaksanaan Izin Kerja
- Melakukan Pengukuran Faktor Bahaya di Tempat Kerja
- Mengelola Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Kerja (P3K)
- Mengelola Tindakan Tanggap Darurat
- Mengelola Alat Pelindung Diri (APD) di Tempat Kerja
- Menerapkan Program Pelayanan Kesehatan Kerja
- Mengelola Sistem Dokumentasi K3
- Menerapkan Manajemen Risiko K3
- Mengevaluasi Pemenuhan Persyaratan dan Prosedur K3
- Melakukan Investigasi Kecelakaan Kerja.
Perubahan pada unit kompetensi tersebut memperlihatkan adanya cakupan yang lebih luas dan mendalam pada Ahli K3 Umum BNSP dibandingkan dengan Ahli K3 Utama BNSP sebelumnya.
Pembinaan Ahli K3 Umum BNSP dengan formula terbaru dan terlengkap ini bisa kamu ikutin di MMS loh! Yuk daftar di sini